Dibalik Kebahagiaan

Oleh: Hanifa Enha A



Seorang wanita berusia 23 tahun dengan kerudung Syar’I warna ungu di padu gamis warna biru tengah duduk di samping sebuah jendela sebuah restoran yang di hadapannya ada album foto. Kelopak matanya melihat sekeliling yang ramai dan pandangannya menghujam ke pemandangan keluarga bahagia dengan dua anak dan dua orang tua yang tengah tertawa bahagia menikmati suasana restoran ala Jerman ini. Wanita itu hanya mampu mengulaskan senyum kecil.
Album di hadapannya mulai di buka. Di halaman pertama nampak foto lima anggota keluarga yang lengkap. Terdiri dari Ayah, Bunda, satu anak laki-laki dan tiga anak perempuan. Sebuah foto di tengah taman rumah saat mereka tengah menikmati makan bersama di sertai canda-tawa atas cerita sang Ayah. Pengalaman sang Ayah saat mengajar Matematika di kampus.
Di foto lain terlihat seorang anak kecil berusia 7 tahun tengah berlarian mengejar sang kakak yang membawa boneka miliknya di dalam sebuah rumah berinterior khas Timur.
“kak Daffa... itu milik Azmy... kembalikan. Mana... masih baru kak”. Teriaknya sambil terus berlarian.
“ambil ini kalau bisa. Wekk... (menjulurkan lidah sambil terus berlari di bawah tangga)”.
“yeee... sekarang ini milik aku ya...” teriak seorang wanita usia 11 tahun di atas tangga sambil membawa boneka yang berhasil di rebutnya dari sang kakak.
“kak Saila... hiiihhhh....”.
Azmy dan Daffa kini sama-sama berlarian mengejar Saila. Hingga suara pintu terbuka di sertai salam terdengar. Mereka langsung mengabaikan boneka dan berlari menuju arah suara.
“Ayah... Bunda... Adek...” teriak ketiga anak secara kompak lantas membentuk lingkaran berpelukan dan berjalan bersama menuju ruang tengah sambil mendengar celotehan adek mereka yang berusia 2 setengah tahun saat di periksa Dokter dengan sangat menggemaskan. Mereka pun duduk bersama di ruang keluarga.
Azmya menyeruput minuman di depannya dengan senyuman yang mengembang. Ia perhatikan lagi keluarga yang tadi ia lihat. Masih disana sedang menikmati makan bersama.
Kini ia melihat foto sebuah keluarga yang tengah menikmati liburan di Kaliurang Jogja. Mereka tampak bahagia dengan keceriaan yang tergambar di tengah situs prasejarah stoneheng. Sebuah situs berupa batuan yang tersusun rapi membentuk lingkaran dengan menyisakan ruang di tengahnya.
Di foto yang lain nampak saat mereka di Karimunjawa. Azmy, Saila, Daffa, Zharifa dan kedua orang tua mereka tengah membuat istana pasir. Dengan keceriaan terpancar didiri mereka. Hingga ombak merobohkan Istana pasir yang mereka buat.
Kini tangan Azmya membuka halaman lain dengan sedikit hati-hati. Sebuah kapal yang mengantarkan keluarga nya kembali. Tampak keceriaan para penumpang. Hingga tiba-tiba sebuah badai menghancurkan keceriaan itu.
Satu-persatu penumpang terjun ke laut, sedangkan badai besar terus-menerus menerpa membuat perahu tenggelam. Mereka terpisah dari keluarganya termasuk keluarga Azmya.
Mata Azmya membuka. Sebuah ruangan asing menyapanya. Sebuah Rumah Sakit. Ia langsung teringat saudara-saudaranya termasuk kedua orang tuanya. Dengan paksa ia mencabut semua peralatan yang menempel dan mencari keberadaan seluruh anggota keluarganya.
Kini Azmya menutup album dan berjalan menuju pemakaman yang tidak jauh dari restoran. Di tengah kuburan dua orang sambil menaruh bunga yang ia beli di luar makam.
Ingatannya kembali ke 16 tahun silam. Saat kebahagiaan itu terenggut.
Usai mencabut semua peralatan Azmya berjalan cepat sambil membuka tirai-tirai untuk memastikan keluarganya.
Tin... Tin... Tin...
Suara itu menarik perhatian Azmya. Ia segera membuka tirai di hadapannya. Terlihat garis lurus di layar.
“Kak Saila...” Teriak Azmya. Sambil mendekati Saila. Sedangkan para relawan segera mendatangi dan menangani keadaan. Seketika Azmya melihat kakaknya ditutupi kain. “innalillahi wainna ilaihi kak saila”.
Di samping Sila ada adeknya. Azmya menaruh harapan kepada adiknya yang tengah koma disamping Saila. Lalu Azmya melangkah lagi. di sebuah tirai terlihat Daffa yang tengah koma. Ia hanya menghampiri Daffa yang tengah kritis.
Seorang perawat menghampiri Azmya dan memberitau kondisi sang Bunda yang sudah siuman. Dengan wajah bahagia Azmya mendatangi sang Bunda yang sudah siuman. Langsung  memeluk sang bunda dengan tangisan bahagia atas selamatnya sang mama.
Kini Azmya menitik air mata di tengah kuburan dua anggota keluarganya. Dilihatnya kuburan itu bergantian. Azmya telah menyaksikan kepergian mereka dari dunia secara nyata. Sang kakak, Saila saat di rumah sakit dan sang Bunda yang telah berhasil selamat dari masa kritis namun takdir mengatakan lain. Penyakit jantung merenggut sang Bunda saat perjalanan pulang.
Dari belakang Azmya di peluk dua saudaranya yang berhasil selamat dari maut. Sekarang mereka telah dewasa. Hidup dengan mimpi mereka masing-masing. Daffa melanjutkan perusahaan keluarganya, Zharifa menjadi Arsitek dan Azmya menjadi Dosen. Sedangkan kabar sang Ayah belum diketahui hingga kini.
End

Lantai 4 perpus UIN SuKa

 Selasa, 7-11-17 (12:50)

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.