Mahasiswa, Perubahan dan Ajaran Islam (Al-Qur'an dan Hadis)
Oleh:
Deni Setiawan
Sebuah
Prolog (Pendahuluan)
Berbicara tentang mahasiswa berarti berbicara tentang perubahan. Adalah
hal yang tabu lagi memalukan bila seorang pelajar menyematkan kata “maha” dalam
derajat “kesiswaannya”, namun yang masih dipikirkannya hanya sebatas gelar,
prospek kerja pasca kuliah, atau hal-hal material lainnya. Memang hal itu
menjadi bagian dari rencana awal sekaligus motivasi seorang pelajar dalam
berkuliah, namun tetap saja kata “mahasiswa” terlalu sakral jika hanya dipahami
sebatas onggokan tubuh manusia yang mencari bekal untuk mengisi perutnya di
masa depan, tanpa memberikan kontribusi bagi manusia-manusia yang lain.
Mahasiswa
dan Perubahan
Selalu ada perubahan yang dibawa oleh para mahasiswa di setiap
generasi. Perubahan dalam hal ini, tentu wajib dipahami sebagai perubahan yang
bernada positif, yakni perubahan ke arah yang lebih baik. Kita tentu tidak
asing dengan gerakan mahasiswa 98. Saat krisis moneter –yang di baliknya
tergandeng pula krisis keadilan, krisis kemanusiaan, serta krisis karakter
berbangsa- para mahasiswa lah yang menjadi motor penggerak sekaligus eksekutor
perubahan itu. Memang hal itu tidak berarti bahwa bangsa keluar dari masalah,
tapi setidaknya bangsa ini tidak lagi terperangkap dalam kejumudan dan
kebuntuan kekuasaan sang tiran.
Maka aneh rasanya bila saat ini mahasiswa terjerumus dalam keasyikan
perkembangan zaman. Seharusnya merekalah yang membuat perubahan, bukan
perubahan yang menundukkan mereka. Zaman memang selalu berkembang, dan itu
menandakan tantangan dan perjuangan para mahasiswa juga semakin sulit.
Merebaknya kultur milenial di era digital menjadi faktor penyebab paling utama
terhambatnya perubahan. Mungkin malah mereka lah yang tertelan oleh perubahan
itu sendiri. Tentu hal ini yang perlu dikaji kembali agar stagnansi gerakan
mahasiswa tidak terjadi.
Agama dan
Perubahan
Benda lain yang juga dapat menjadi pelecut perubahan adalah semangat
keagamaan. Masih hangat dalam benak kita fenomena keagaaman dimana tidak kurang
dari tiga juta manusia berkumpul di lapangan Monas menuntut diadilinya Basuki
Cahaya Purnama yang didakwa sebagai pelaku penistaan agama. Di sini saya tidak
hendak menguraikan mana yang salah dan mana yang benar, atau mana yang perlu
dibela dan mana yang perlu disalahkan. Hanya saja, yang menjadi catatan adalah,
betapa semangat keagamaan dapat menggerakkan manusia hingga skala nasional.
Agama memang memiliki porsi tersendiri untuk tinggal di benak manusia. Kesamaan
keyakinan itu yang mampu menggerakkan mereka untuk melakukan apa yang menurut
mereka harus dilakukan demi keyakinan (agama) nya. Dari sini kita dapat menarik
benang merah bahwa agama memang benar-benar menjadi pelecut munculnya
gerakan-gerakan perubahan.
Jika kita mau berpikir, antara mahasiswa dan agama, sebenarnya di
antara keduanya terdapat hubungan yang jika sudah saling bertautan, maka dapat
menciptakan dentuman perubahan yang menggelegar. Mahasiswa sebagai aktor
penggerak perubahan, sedangkan agama sebagai motivasi (pendorong) terjadinya
perubahan itu sendiri. Hanya saja perlu diadakan pengkajian yang komprehensif
agar semangat beragama yang dibawa oleh mahasiswa itu mengarah pada perubahan
positif yang lebih baik.
Telah menjadi rahasia umum –saya katakan demikian karena hal ini
diketahui oleh banyak orang tapi tidak dibicarakan banyak orang- bahwa Islam
menempatkan dirinya di negara ini sebagai agama terbesar (jumlahnya) bahkan
jauh melampaui agama lainnya. Maka perubahan yang dialami oleh Indonesia pun
banyak dipengaruhi oleh semangat-semangat keislaman. Sebut saja resolusi jihad
yang dicetus K.H. Hasyim Asy’ari untuk melawan sekutu. Atau perubahan lainnya,
yakni ketika pemerintah menumpas antek-antek PKI (yang notabene bertentangan
dngan akidah islam) yang berkeliaran di negeri ini. Termasuk juga pencetusan
sila pertama “Ketuhanan yang maha esa”. Dengan posisi sebagai agama yang besar
di negeri ini, segala hal yang terjadi bila dikaitkan dengan islam, maka akan
menjadi persoalan negara pula. Karenanya, menjadi tugas kita semua –utamanya
kaum terpelajar, utamanya lagi mahasiswa- untuk menggiring isu-isu keagamaan
itu agar menjadi penggerak perubahan ke arah yang positif, bukan ke arah
negatif.
Berbicara tentang perubahan memang paling mungkin terjadi bila itu
digerakan oleh isu nasional. Isu nasional yang paling mampu menggerakkan masa
sehingga dapat terjadi perubahan adalah isu keagamaan. Isu keagamaan yang
paling mungkin terjadi –entah karena paling besar atau karena hal lain- adalah
isu keagaman yang berkaitan dengan Islam. Dan terjadinya isu keagamaan yang
berkaitan dengan islam paling mungkin terjadi bila ada suatu kejadian yang
bersinggungan dengan sumber utama ajaran Islam: Al-Qur'an dan Hadis. Maka
Al-Qur'an dan hadis memiliki potensi untuk menggerakkan perubahan yang terjadi
di Indonesia, baik perubahan yang positif, maupun negatif. Tergantung bagaimana
isu itu dikelola menjadi wacana publik untuk selanjutnya menjadi penggerak
massa.
Apa yang dikatakan oleh Al-Qur'an maupun hadis adalah sesuatu yang
sangat sakral, jauh lebih sakral dari titah presiden sekalipun. Maka, Untuk
dapat mengelola isu-isu keagamaan yang dimotivasi oleh ajaran Al-Qur'an dan
hadis itu, tentunya dibutuhkan kemampuan yang baik dalam memahami serta
mengkontekstualisasikan ajaran yang terdapat dalam Al-Qur'an dan hadis tersebut
(Sebenarnya semua ajaran Al-Qur'an dan hadis adalah baik, tapi dengan pemahaman
keliru, ajaran itu bisa jadi bertentangan dari apa yang sebenarnya diinginkan
oleh Al-Qur'an dan hadis sendiri. Maka perlu ilmu yang memadai untuk dapat
memahami kebaikan yang ingin disampaikan Al-Qur'an tersebut).
Penutup
Dahulu sebuah kerajaan besar (Konstantinopel) dapat ditaklukkan oleh
seorang panglima muda –Muhammad Al-Fatih- yang termotivasi oleh sebuah hadis.
Hadis itu menyatakan bahwa suatu saat akan datang pemimpin yang akan
menaklukkan kerajaan tersebut. Dengan keyakinan yang berasal dari hadis itulah,
Muhammad Al Fatih berhasil melakukan gerakan perubahan, menaklukkan
Konstantinopel. Maka, bayangkan bila hari ini di Indonesia para mahasiswa
muslim berpikir layaknya Muhammad Al-Fatih. Mereka memiliki motivasi yang tinggi
untuk melakukan perubahan untuk negeri dengan didasari semangat yang berasal
dari ajaran agama (Al-Qur'an dan hadis). Ini tentu menjadi PR kita yang tidak
bisa dibuktikan keampuhannya kecuali hanya dengan mencobanya.
Sekali lagi. Al-Qur'an dan hadis adalah ajaran agama terbesar yang bila
terdapat isu yang berkaitan dengannya, ia dapat menggerakkan massa untuk
melakukan perubahan dalam skala nasional. Bukankah ini menjadi salah satu PR
bagi para pelajar (Mahasiswa) untuk membangun semangat yang dapat menggerakkan
perubahan itu? Kita tidak tahu. Kita tidak bisa membuktikannya kecuali hanya
dengan mencobanya.
Daftar Pustaka
Daftar Pustaka
A, Misbah B. Mutiara
Ilmu Hadis, Gresik: Mitra Pesantren, 2014.
Pramono, Teguh. 100 Muslim Paling berpengaruh
dan terhebat sepanjang sejarah, Yogyakarta: Diva Press, 2015.
Post a Comment